Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan atas batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Permohonan tersebut diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan beberapa kepala daerah.
"Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, selaku pimpinan sidang saat membacakan putusan, Senin (16/10).
Dalam kesimpulannya, Anwar mengatakan, MK berhak mengadili permohonan tersebut. Namun, pokok permohonan dari para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Isu ini sempat mendapatkan perhatian khalayak umum karena dinilai menjadi "karpet merah" bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus Wali Kota Surakarta (Solo), Gibran Rakabuming Raka, agar bisa maju sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Beberapa pengamat pun menyampaikan tanggapannya.
Setara Institute, misalnya, menganggap adanya uji materiil tentang syarat batas usia capres/cawapres dipermudah, termasuk diturunkan dari 40 tahun, membuat MK memasuki episode kritis bahkan membahayakan. Alasannya, permohonan tak dimaksudkan untuk menegakkan hak-hak konstitusional lantaran poin yang digugat tergolong kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
"Deretan permohonan uji materiil ini bukan lagi ditujukan untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga, tetapi diduga kuat dilandasi nafsu kuasa keluarga Jokowi dan para pemuja Jokowi yang hendak mengusung Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, yang belum genap 40 tahun sebagai cawapres Prabowo," tutur Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, dalam keterangannya, Selasa (10/10) silam.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, berpandangan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus menolak gugatan batas usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang UU Pemilu. Ia berpendapat, perkara ini bukan hal sulit lantaran MK sudah memiliki putusan serupa, yakni Putusan Nomor 15 Tahun 2007 dan Putusan Nomor 58 Tahun 2019.
Titi menerangkan, Putusan MK 58/2019 diajukan Faldo Maldini terkait usia kepala daerah. Saat itu, MK memutuskan bahwa soal usia adalah kebijakan pembentuk undang-undang. "Kalau MK konsisten, perkara ini pasti ditolak," katanya dalam sebuah diskusi, Minggu (15/10).